Kamis, 25 November 2010

Renungan ramadhan ; kehilangan terbesar manusia



Suatu malam, saat aku sedang asyik membaca buku, tiba-tiba telpon selulaerku berbunyi. Aku yang lagi khusyuk memelototi deretan huruf jadi tak berkonsentrasi. Lalu aku mengambil hp-ku yang tergeletak di atas meja dan menjawab suara dari seberang. Rupanya, telpon itu datang dari seorang yang selama ini aku kenal. Tapi anehnya tidfak pernah kuketahui wajahnya. Aku nyaris hanya mengenalnya sebatas apa yang dia ceritakan tentang cirinya
. Tetapi dalam pembicaraan kali itu, aku dibuat kaget saat dia mengajakku untuk bertemu. Aku memutuskan besok paginya. Ia agak keberatan. Alasan yang dia kemukakan karena dia paginya harus ke tempat ibadah yang berbeda dengan tempat ibadahku. Ia mengaku telah pindah agama. Aku terperanjat. Kendati demikian, aku menyadari pilihannya. Apalagi setelah aku hidup di kota besar dan punya banyak teman yang berbeda agama. "Tapi, besok kau tunggu saja telepon dariku dulu tentang kepastian itu", pesannya sebelum menutup telepon. Esoknya, saat aku menunggu telponnya, aku justru dibuat celingukan. Di saat jam yang telah ditentukan itu tiba, aku bingung. Hp-ku yang sejak tadi kutaruh di atas televisi, ternyata kucari- cari tidak ada. Aku masih ingat dan tidak lupa dengan hp-ku yang kutaruh diatas televisi. Makanya, saat hp-ku raib dan tak ada di tempatnya lagi, aku sadar bahwa hp-ku hilang. Aku jadi sedih. Setidaknya ada dua hal yang membuatku sedih. Pertama, benda yang selama ini kupakai untuk bekerja dan menjalin relasi itu kini telah tiada. Kedua, nomor-nomor orang penting yang ada di dalamnya juga ikut raib. Kedua kesedihan itulah yang membuatku lemas dan tak berdaya. Akibatnya, hari itu aku juga telat ke kantor. Aku seakan-akan telah dirundung duka. Jadwal yang telah kususun rapi tentang apa yang akan kukerjakan hari itu, ujungnya menjadi kacau balau. Lama, aku hanya terpekur dalam ketidakberdayaan dan merasa tidak bersemangat. Padahal aku hanya kehilangan HP yang tidak seberapa harganya. Bahkan jika dilihat dari bentuknya, hp-ku itu tergolong kuno. Untuk apa aku sedih..? Toh, besok atau lusa aku masih bisa membeli hp baru lagi. Saat aku berpikir seperti itulah, aku menjadi sadar dan rasa sedihku ikut hilang. Waktu berlalu dan Adzan Dzuhur yang menggema dari sebuah mesjid di sebelah kiri kontrakan membuatku segera teringat Tuhan. Segera kuambil air wudhu dan mengerjakan shalat. Sehabis shalat, perasaanku diliputi kedamaian. Di saat perasaan tenang itu muncul, aku tiba-tiba teringat kakek tua di kampungku, yang pernah memberiku ujaran pendek tapi masih kuingat sampai sekarang. "Jika kamu kehilangan sesuatu, janganlah hal itu membuatmu sedih. Kamu harus sedih justru jika kamu kehilangan Tuhan." Saat itu aku aku masih belum paham apa yang dimaksud dengan Kehilangan Tuhan. Kata- katanya hanya aku ingat di kepalaku sampai aku besar dan kini bekerja di kota. Rupanya, apa yang dikatakan kakek tua itu baru aku sadari sekarang. Kehilangan Tuhan yang kakek tua itu maksudkan mungkin adalah Kehilangan Iman. Makanya, sehabis shalat Dzuhur itu aku langsung ingat dengan temanku yang semalam menelpon. Jadinya, aku tidak sedih lagi karena kehilangan hp-ku. Sebab, aku masih bisa membelinya di lain waktu. Aku justru sedih, memikirkan nasib temanku. Dalam hati aku bertanya-tanya, Apakah temanku itu telah kehilangan Tuhan..? Kehilangan terbesar dalam kehidupan manusia.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari kita saling menghargai sesama Blogger
Apabila anda merasa artikel ini bermanfaat, silahkan share dimana saja
Dan jika berkenan mohon mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih

Ajisu18.blogspot.com

^_^

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes